Da, Kecilin Perut Dong
Sejak saya kecil perut merupakan anggota tubuh yang paling sering di-“bully” oleh orang-orang disekitar saya. Padahal saya sebelumnya merupakan anak yang bertubuh kurus, tapi tidak juga masuk ke kategori kerempeng. Perubahan tubuh saya terjadi ketika suatu hari saya merasakan sakit perut yang amat sangat setelah pulang bermain dengan teman-teman di sore hari menjelang adzan magrib.
Awalnya Bunda, panggilan saya untuk wanita yang melahirkan saya, mengira saya masuk angin. Tapi setelah saya diberikan balsem, dikerok, sakit di perut itu belum hilang. Bunda pun curiga dengan penyakit usus buntu. Sebagai perawat yang telah berpengalaman ia hampir memiliki ilmu seperti dokter umum. Ditekanlah perut saya dengan lembut dibagian kanan. Saya pun mengaduh. Ditekan perut disebelah kiri, saya bilang tidak sakit.
Dengan kesimpulan awalnya saya pun dibawa ke rumah sakit tempat ia bekerja sebagai perawat.
Saya masuk ke ruang ICU. Beberapa teman yang mengenal beliau langsung melakukan tes dengan kesimpulan awal yang dicurigai oleh Bunda. Setelah kecurigaan akan penyakit yang saya derita dikonfirmasi oleh dokter jaga, sesegera mungkin bunda meminta rumah sakit untuk mempersiapkan ruang operasi. Kenapa harus dioperasi? Saya didiagnosa mengalami usus buntu.
Setelah operasi usus buntu itulah saya merasakan perubahan pada fisik saya.
Jadi saya ingin menyampaikan bahwa saya tidak selalu gendut. Ada masanya saya itu dianggap kurus.
Beranjak remaja hingga saat saya kuliah, berat badan saya tidak se-wah teman-teman yang tergolong gendut. Berat badan saya berkisar 60 hingga 65 kilogram ketika kuliah. Sebelum menikah malah naik menjadi 70 kilogram, lalu setelah menikah kembali naik 5 kg.
Seorang laki-laki yang sudah menikah kalau tidak menggembung rasanya tidak sempurna momen pernikahan tersebut. Berat badan yang naik dan terlihat jelas pada fisik (contoh: pipi yang awalnya tirus kemudian terlihat seperti bakpau) merupakan salah satu tanda kalau pernikahan itu menjadi membawa kebahagiaan. Lantas kenapa sampai istri saya seperti memprotes perut yang semakin besar?
Saya berpikir alasan istri meminta saya untuk mengecilkan lingkar perut ada dua:
- Supaya kegantengan suami maksimal, dan
- Agar lebih mudah membelikan baju
Awalnya saya tidak terlalu ambil pusing dengan permintaan istri untuk mengecilkan perut. Sampai suatu hari saya melihat sebuah status di timeline akun facebook yang di-like oleh teman saya. Status yang disukai oleh teman saya itu berisi sebuah cuplikan serial televisi Umar bin Khatab. Di cuplikan video tersebut, Khalifah Umar menghentikan seorang laki-laki yang perutnya buncit. Sang khalifah pengganti Abu Bakar pun menyeru ke tengah manusia dengan menyampaikan pesan agar perut jangan sampai terlalu besar. Perut yang buncit akan membawa pada kemalasan beribadah seperti shalat. Umar pun berpesan kepada umat Islam waktu itu agar jangan makan sampai terlalu kenyang.
Saya seperti diketok oleh video tersebut.
Yang membuat saya menjadi lebih ingin untuk mengurangi ukuran perut setelah membaca beberapa buku sejarah tentang nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam. Ketika istri dan sahabat beliau ditanya bagaimana rupa Sang Nabi, mereka menggambarkan kalau beliau memiliki perut seperti lapisan roti atau seperti batu yang disusun. Ini gambaran bahwa nabi Muhammad Shallahu Alaihi Wassalam memiliki perut yang tidak buncit. Malah gambarannya sangat ideal seperti perut brand ambassador apparel yang juga artis Indonesia, Deddy Corbuzier yaitu six pack.
Ini sunnah nabi yang mungkin saya abaikan. Jikapun tidak mendapatkan bentuk ideal, perut yang seperti batu-batu bersusun, paling tidak saya harus mengurangi lingkar pinggang yang mendekati 90 sentimeter ini. Selain sunnah nabi, menurut ilmu kesehatan perut yang memiliki lingkar lebih dari 90 cm ternyata juga merupakan tanda penyakit yang mulai kronis seperti penyakit jantung.
Ya Allah, semoga diberikan kesehatan dan dihindari dari penyakit jantung dan penyakit semacamnya yang tiba-tiba datang dan membuat saya menjadi beban keluarga.
Cara termudah untuk mengecilkan perut yang paling mudah namun berat untuk dipraktekkan secara kontinu adalah mengkonsumsi nasi di malam hari, apalagi sebelum tidur. Nasi yang mengandung karbohidrat memang seharusnya tidak dikonsumsi pada saat kita mau istirahat. Sebab karbohidrat itu nantinya akan berubah menjadi lemak yang bertumpuk di perut karena kondisinya kita tidak sedang melakukan pekerjaan yang membutuhkan banyak energi.
Ketika bulan Ramadhan, saya jarang mengkonsumsi nasi. Untuk berbuka puasa, minum teh manis anget atau air putih yang sudah dikasih gula sudah cukup untuk saya melanjutkan ibadah shalat tarawih dan witir. Habis ibadah ya tidur. Kebiasaan ini tidak bisa dilanjutkan ketika Ramadhan berlalu. Kebiasaan sebelum Ramadhan, makan dengan nasi sebagai menu pokok selalu saya konsumsi. Apapun lauknya. Jangan tanya lagi kalau ada lauk yang saya sukai dirumah. Saya akan nambah terus makannya.
Saya rasa tidak ada salahnya untuk memenuhi permintaan istri untuk mengecilkan perut yang semakin bulat ini. Selain menyenangkan hatinya dengan mengikuti permintaan, saya juga akan mengikuti sunnah nabi Muhammad Shalallahualaihi Wassalam. Tentunya permintaan ini dengan konsekwensi, jika terjadi akhirnya perut saya kecil tentu penampilan saya akan menjadi lebih menarik dan ada peluang untuk menambah kekosongan sunnah yang lain. ^_^