Sumando
Sumando rang ladang cakiah merupakan fase terpenting dalam kehidupan saya. Apa itu Sumando rang ladang cakiah? Begini ceritanya...
Arti Sumando
Sumando adalah bahasa minang untuk laki-laki yang bergabung dengan keluarga perempuan yang diikat dengan tali pernikahan. Dalam bahasa Indonesia kata sumando ini dikenal dengan istilah menantu. Sumando atau menantu di adat minang adalah tamu istimewa di keluarga perempuan.
Posisi sumando di rumah keluarga perempuan ini sangat rapuh. Pepatah adat minangkabau menyebutkan sumando sebagai abu di ateh tungku (Abu diatas tungku). Ungkapan ini mempunyai maksud bahwa posisi seorang menantu di dalam keluarga perempuan di minangkabau seperti sebuah abu.
Mungkin saat ini hanya segelintir anak muda yang tahu bagaimana bentuk abu. Jika anda pernah memasak dengan menggunakan tungku tradisional anda akan mengetahui bagaimana bentuk abu tersebut.
Abu merupakan hasil dari proses pembakaran dari tungku dan sifatnya sangat mudah dibersihkan. Sedikit kena angin abu tersebut akan pergi dari tempatnya. Seperti itulah posisi sumando di ranah minang.
Jenis-Jenis Sumando di Minangkabau
Di ranah minang sumando ini mempunyai beberapa ciri berdasarkan sifat dan karakter dari orang tersebut. Jadi jangan digeneralisir jika ada yang mendapatkan mantu dari minang lalu mengatakan sama saja semua mantu dari minang.
Mari kita lihat satu per satu karakter menantu di Minangkabau.
Tipe Pertama adalah Sumando Niniak Mamak
Inilah karakteristik menantu paling ideal di minangkabau. Seorang sumando niniak mamak mempunyai sifat dapat menjaga tingkah laku dan adat istiadat di dalam keluarga sang istri.
Tipe Kedua adalah Sumando Langau Hijau
Langau hijau adalah bahasa minang dari lalat hijau. Anda tahu seperti apa lalat hijau itu? Lalat hijau mempunyai sifat menyukai tempat-tempat yang kotor. Selain itu lalat hijau mempunyai karakter membawa penyakit dari tempat hinggapnya.
Jadi menantu yang disifati dengan langau hijau mempunyai karakter suka ke tempat-tempat maksiat dan membawa pengaruh buruk ke dalam keluarga istri.
Hal berbeda disampaikan dalam artikel yang ditulis oleh http://adat-budaya-minangkabau.blogspot.com. Menurut artikel dari blog tersebut sumando langau hijau dimaksudkan untuk orang yang gemar kawin cerai. Penggambarannya sungguh tidak tepat menurut saya.
Tipe Ketiga adalah Sumando Kacang Miang
Kacang miang adalah sejenis rerumputan yang dapat menimbulkan sensasi gatal jika bersentuhan dengan tubuh. Menantu seperti kacang miang mempunyai sifat membuat orang-orang merasa tidak nyaman jika berada di sekitar dia.
Bagaimana cara sumando kacang miang membuat orang tidak nyaman? Yaitu dengan banyak bicara hal-hal yang tidak benar akan orang lain.
Tipe Keempat adalah Sumando Lapiak Buruak
Jika anda bertamu ke sebuah rumah lalu melihat ada tikar yang lusuh (lapiak buruak) bagaimana pendapat anda? Pastinya anda akan berpikir untuk mengganti tikar yang lusuh tersebut dengan tikar baru yang lebih nyaman dan lebih menarik.
Maksud dari menantu lapiak buruak adalah seorang menantu yang tidak memperhatikan keluarganya sendiri. Ia terlalu sibuk dengan istri dan anaknya. Padahal dalam adat istiadat ada ungkapan, anak dipangku kamanakan dibimbiang urang kampuang dipatenggangkan. Maksud dari ungkapan ini adalah agar seorang laki-laki yang telah menjadi ayah dan juga menantu tidak melupakan keluarganya sendiri dan juga orang kampung.
Maksudnya laki-laki yang telah berkeluarga tersebut harus dapat menjadi seimbang dalam perhatiannya kepada anak, kemenakan (anak dari saudara kandungnya) dan urang kampuang (kerabat dari kampung sendiri).
Tipe Kelima adalah Sumando Apak Paja
Apak paja dalam bahasa minang dapat berarti Ayah si Fulan. Konteks dari memanggil seperti ini sangat buruk. Jika masyarakat sudah memanggil dengan apak paja berarti tidak ada yang menghargai si laki-laki yang menjadi menantu. Menantu jenis ini dikenal sebagai orang yang tukang kawin tapi meninggalkan kewajiban untuk menjaga darah dagingnya sendiri.
Tipe Keenam adalah Sumando Gadang Malendo
Menantu dengan tipe gadang malendo ini mempunyai maksud seseorang yang tidak mengikuti adat istiadat minangkabau. Sebutan ini baru muncul karena perubahan zaman.
Jika dulu banyak seorang menantu harus patuh kepada mamak (kepala kaum), sekarang dengan adanya perubahan sistem kekeluargaan minangkabau yang lebih mengarah ke sistem patrilineal, menantu menganggap diri sejajar dengan mamak.
Mamak adalah sebutan untuk kakak lelaki dari ibu. Dalam bahasa Indonesia kita mengenal dengan sebutan om atau paman atau uncle. Dalam adat minangkabau mamak mempunyai fungsi penting sebagai seorang tokoh.
Jika ada anak perempuan dari saudara perempuan atau lelakinya yang sudah cukup umur untuk menikah, mamaklah yang akan mencarikan pendampingnya. Pendamping yang dicari tersebut tidak asal comot tetapi juga memperhatikan bagaimana karakter si calon dan juga keadaan keluarga calon besan.
Fungsi ini yang kemudian diambil oleh ayah dan membuat fungsi mamak menjadi tergerus. Keluarga saya mengakalinya dengan memberitahu mamak jika ada calon menantu yang sudah datang untuk melamar. Artinya fungsi mamak dalam keluarga kami tetap dijalankan meski prosesnya mengalami pemotongan birokrasi.
Sumando Rang Ladang Cakiah
Tanggal 20 Desember 2014 dengan mengucapkan bismillah dan menjabat tangan ayah istri, saya resmi menjadi menantu untuk kampung ladang cakiah. Peristiwa ini sangat bersejarah bagi saya dan istri.
Saya dan istri menjalani masa perkenalan yang singkat. Awalnya diberikan nomor telepon lalu saling berkenalan. Tidak terlalu intens. Kadang malah dalam seminggu tidak saling memberi kabar sama sekali. Setelah melalui shalat istikharah dan menyetujui beberapa hal yang dikira sangat penting (seperti wacana poligami) maka kami pun sepakat untuk melanjutkan perkenalan menjadi pernikahan.
Istri saya berasal dari sebuah daerah yang bernama Ladang Cakiah di Bukittinggi. Daerah ini berada dalam kenagarian Aur Birugo Tigo Baleh. Walau begitu jarang bagi istri saya melihat kampung halamannya.
Meski begitu ikatan kekeluargaan dan juga adat istiadat minang di keluarga istri masih sangat kental. Maka tak heran keluarga istri menginginkan menggelar acara resepsi pernikahan dengan nuansa minangkabau.
Sekian sedikit kisah tentang menjadi sumando yang dapat saya bagikan. Semoga bisa bermanfaat.